contoh prosa dalam kebudayaan dasar
Karya :Isra Khasyyatillah
Pemenang
III dalam Lomba Mengarang Cerpen Berbahasa Indonesia Tingkat SMP/MTs se
Kabupaten Kampar, 22 Desember 2008 Berasal dari MTs Desa Sawah- Kampar.
Hari
panas terik. Sang surya bersinar dengan ganasnya. Membuat ubun-ubun
terasa mendidih. Aris mempercepat langkah menuju rumahnya. Akhirnya
sampai juga. Dia duduk melepas lelah sambil membuka sepatunya.
‘’Huh,
lega rasanya,’’ ia menghela napas dan beranjak masuk ke dalam. Baru
saja melangkahkan kaki ke dalam rumah, ia menemukan uang berserakan di
lantai.
‘’Hah,
uang apa pula ini Mak,’’ katanya heran. Tentu saja dia heran. Di zaman
serba sulit ini uang dibiarkan berserakan di lantai begitu saja.
‘’Untung aku bukan maling yang tiba-tiba masuk ke dalam rumah,’’
pikirnya nakal.
“Uang punya Mak. Berikan sama Mak. Bapak mau keluar,’’ sahut bapak.
‘’Hmm, Mak sudah punya uang sekarang. Jadi, aku bisa minta uang untuk membayar uang les dan LKS,’’ pikirnya.
‘’Maaak, Oo Maaak,’’ panggil Aris.
‘’Ada apa Ris. Ganggu orang saja kamu ini,’’ kata maknya jengkel.
Lalu
Aris menyerahkan uang tersebut pada maknya. Ia menjelaskan bahwa uang
les dan LKS-nya belum dibayar. Sedang pihak sekolah sudah beberapa kali
menagihnya. Tapi bukannya diberi uang, dia malah dimarahi oleh maknya.
‘’Saya
heran dengan sekolah kamu itu. Banyak sekali tetek bengek yang harus
dibayar. Kan ada dana BOS. Untuk apa dana BOS itu? Sudahlah, tidak usah
kamu sekolah. Buang-buang uang saja. Sekarang karet itu tidak berharga,
tahu?’’ Katanya dengan muka merah menyala.
Aris
sudah menjelaskan bahwa dana BOS itu tidak mencukupi, karena sekolahnya
hanya sekolah swasta dan banyak memakai tenaga honor. Tapi maknya tidak
mau tahu dengan semua itu. Dia malah menyuruh Aris cari uang sendiri.
Kemanakah uang kan dicarinya? Ah, Emak tak mengertilah dengan
pendidikan. Padahal pendidikan itu sangat penting. Dengan pendidikan
kita akan bisa menatap masa depan yang gemilang.
‘’Buat
apa kamu sekolah? Lihat itu hah, banyak yang sekolah tinggi, tapi
akhirnya cuma jadi pengangguran, kan? Jadi buat apa sekolah?’’ tambah
maknya lagi.
Aris
lebih memilih diam dari pada menjawab omongan maknya. Ia menyayangkan
kenapa maknya mempunyai pola pikir yang terbelakang seperti itu?
Sekarang orang berlomba-lomba mencari ilmu, tapi mak malah melarangnya.
‘’Mak...
mak, mengapa Emak lebih suka mengumpulkan uang, beli emas, dan
membanggakan diri pada orang lain dari pada menyekolahkan kami anak-anak
mak. Itu akan lebih bermanfaat,’’ gumamnya dalam hati.
Aris sudah lelah mendengarkan omelan emaknya itu. Dia keluar dan pergi entah ke mana.
Sedangkan
si Lina, adiknya baru saja pulang dari sekolah SMP yang tidak jauh dari
rumahnya. Setibanya di rumah, mak menyuruhnya mandi dan berpakaian yang
bagus. Tidak biasanya mak seperti ini. Ternyata si Lina akan dilamar
oleh Pak Anto duda kaya yang tinggal di desa sebelah. Tentu saja Lina
menolak dengan keras semua itu. Namun, mak tetap bersikeras dengan
kemauannya. Ia sama sekali tidak memikirkan bahwa anaknya itu di bawah
umur untuk menikah. Apalagi akan dinikahkan dengan seorang duda. Ah,
benar-benar tidak masuk akal.
Emak
sudah terpengaruh oleh harta. Mak bilang, ia iri pada teman-teman
arisannya yang kaya dan hidup mewah. Sedangkan mak tidak punya apa-apa.
Mak ingin menabung untuk menggapai semua itu. Kalian tidak usah sekolah.
Hanya menambah beban saja.
Hari-hari
berikutnya, Aris tak lagi bersekolah. Ia berhenti dan bergaul dengan
teman-temannya yang tidak sekolah. Sebenarnya hati kecilnya selalu sedih
tiap kali melihat teman-temannya bersekolah. Tapi apa mau dikata, mak
sudah tidak mau lagi menyekolahkannya.
Setiap
kali ia ikut teman-temannya dan tampaknya ia juga mulai terpengaruh
oleh teman-teman baru itu. Sedangkan mak sudah tidak peduli lagi
dengannya. Ia sibuk mengumpulkan harta, apalagi sekarang ia telah punya
menantu kaya.
Waktu
terus berjalan. Aris semakin terjerumus dalam kehidupan yang tidak
memiliki masa depan. Ia telah berubah. Hingga suatu hari dengan
tergopoh-gopoh, Enda temannya Aris datang dan memberitahukan pada Emak
kalau Aris ditangkap polisi tadi malam. Tapi sekarang ia dirawat di
rumah sakit. Overdosis katanya. Habis pesta sabu-sabu.
Bagai
guntur di siang bolong, Emak dan bapak kaget bukan kepalang. Tapi apa
mau dikata. Itu salah mereka, mereka yang menginginkan anaknya seperti
itu. Mak menangis-nangis menyesali perbuatan dan siapnya yang tak mau
menyekolahkan anaknya itu.
‘’Sudahlah
Nur, mudah-mudahan Aris lekas sembuh dan kita bisa kumpul lagi seperti
dulu. Akan kita bina keluarga kita. Biarlah kita hidup sederhana,
asalkan hati dan keluarga kita bahagia,’’ kata Bapak dengan mata
berkaca-kaca, ia berusaha menenangkan hati mak.
‘’Bapak benar, kini mari kita bina dan songsong keluarga sakinah,’’ kata mak mantap.
Jadi
dapat kita simpulkan bahwa ilmu budaya dasar ada hubungannya dengan
kesusastraan karena dari segi penulisan dan bahasa yang sesuai dengan
EYD
OPINI
: Pendidikan itu adalah proses untuk menuju pola fikir
matang terarah dan beretika, bukan untuk jalan mencari uang sebanyak
banyak nya. Karna, hasil yang kita dapat berupa uang dari pendidikan,
merupakan hadiah bagi kita yang telah sabar menuntut ilmu sampai
waktunya tiba untuk bekerja. pelajaran yang kita dapat dari cerpen ini
adalah harta adalah kekayaan yang akan habis dimakan oleh waktu,
sedangkan intelektualitas dari pendidikan adalah harta yang tidak akan
ada habisnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar